Pages

Monday, January 20, 2014

Home » » Sejarah Spanyol Dan Portugis Di Borneo

Sejarah Spanyol Dan Portugis Di Borneo

Sejarah kehadiran Spanyol dan Portugis di pulau Borneo sangat menarik yang diketahui bahwa diantara para pengembara bangsa Eropa yang datang ke pulau Borneo adalah Anthony Pigafetta seorang pengembara asal Spanyol mengunjungi kesultanan Brunei pada tahun 1521. Perjalanan itu tercatat pada artikelnya Account of MegallansVoyoge dalam The First Voyege Round the Wirld (1521).

Dalam catatan artikelnya dijelaskan tentang gambaran penduduk kesultanan Brunei serta pernyataan kekagumannya melihat kemewahan dan kemegahan istana kesultanan Brunei yang bertahtahkan emas dan intan. Dijelaskan dalam catatan itu bahwa pusat kota Brunei saat itu penduduknya berjumlah 25.000 jiwa.

Upaya kerajaan Spanyol membina hubungan dengan kerajaan Brunei pada tahun 1573 mengalami kegagalan. Tahun 1577 gubernur Spanyol yang menguasai wilayah di Filipina yakni Don Fransisco De La Sanda menerima penawaran dari kerajaan Brunei untuk menuntaskan perdebatan kekuasaan dikalangan internal kerajaan itu. Raja Brunei baru saja diturunkan tahta oleh adik kandungnya sendiri. Raja Brunei berjanji akan mengakui kekuasaan tertinggi raja Spanyol jika berhasil menduduki tahtanya.

Melalui ekspedisi-1, militer Spanyol berjalan sukses. Ekspedisi-2 dilakukan pada tahun 1580 dibawah komando Kapten Rivera dari divisi kerajaan Spanyol. Ekspedisi-3, pasukan Spanyol dibawah komando Mayor Monforte secara khusus menumpas aksi petualangan orang dayak laut yang berasal dari Borneo Utara (Sarawak) dan suku Sulu yang berasal dari Mindanau Filipina Selatan disekitar Tanjung Datuk. Di hutan rimba bukit di Tanjung Datuk pada ketinggian 610 meter tepatnya di Goa Batu Berjulang diketahui bahwa para perompak bermarkas dan melakukan pengintaian untuk menjalankan aksinya menyerbu kapal-kapal saudagar Spanyol yang melintas.

Di dalam buku "Tanjungpura Berjuang" (1971) dijelaskan bahwa "Suku Dayak Laut" merupakan sebutan lain "Suku Dayak Iban". Aksi petualangan yang dilakan suku dayak laut ini sangat meresahkan para pedagang asing bangsa eropa yang melakukan ekspedisi perdagangannya di pulau Borneo. Dua ratus gembong petualang Dayak Iban ditangkap dan kemudian dihukum. Sebagai ucapan terimakasih dan janjinya, Sultan Brunei pada tahun 1750 menyerahkan hak-haknya atas sebagian pulau-pulau Paragoa (Palawan) kepala penguasa Spanyol.

Vasco Lourenzo dari wilayah kekuasaan Portugis pernah tidak diterima oleh raja Brunei karena hadiah yang dipersembahkan berupa permadani dalam bentuk motif eropa yang diduga sebagai alat sihir dengan alasan bisa mendatangkan bencana. Raja Brunei menolak hadiah dari Vasco berupa sebuah permadani terlukis mengkilat perkawinan Pangeran Hendrik VIII dari kerajaan Inggris dengan Catharina Arrason.

Tahun 1530 Gonsalo Pereira yakni Gubernur Portugis di tanah Maluku diterima oleh raja Maluku secara baik, bahkan hubungan itu mempererat dalam hal perdagangan. Namun pada tahun 1668 terjadi peristiwa perampokan kapal dagang Portugis yang dilakukan oleh Sultan Banjar setelah kapal itu berhasil mendarat di pantai Borneo Selatan (Kalimantan Selatan). Seluruh awak kapal berhasil dibunuh setelah dilakukan taktik penipuan dan merampas harta benda.

Kedatangan Portugis berdagang di Banjarmasin  tahun 1694 tetap tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Empat kapal dagang beserta isinya dirampas dan sebagian besar awak kapal dibunuh. Melalui ekspedisi Portugis tahun 1694 terungkap bahwa pada tahun 1691 seorang misioneris Katolik Antonio Ventimiglia dibunuh atas perintah Sultan Banjar. Pembunuhan itu berdasarkan upaya kecurigaan dapat mempengaruhi suku dayak Ngaju di perhuluan (Kalimantan tengah) yang masih menganut animisme atau kepercayaan sebagian besar penduduk di Pulau Borneo saat itu. Dalam tradisinya bahwa masih melakukan ritual dengan persembahan kepala manusia dengan terlebih dahulu melakukan Ngayau yang ingin diberantas oleh Sultan Banjar.

1 comments:

Anonymous said...

info bermanfaat